Friday, March 9, 2012

Minangkabau-Ku Kini


Minangkabau- Ku Kini...

Pergeseran budaya lokal dalam masyarakat mulai dirasakan. Mitos dan kepercayaan pun dijungkir balikkan. Pergeseran nilai kapitalisme perlahan-lahan menjalar hingga pelosok pedesaan. Ini merupakan dampak difusi budaya menjadikan masyarakat gagap akan perubahan. Gaptek teknologi dan gersang nilai dan etika kemanusiaan. Seiring dengan mudahnya jalur komunikasi dan banyaknya pengguna HP mengakibatkan Amerika dapat dengan mudah mengetahui keadaan. Maka dengan mudah pula menguasai seluruh sektor. 

Sosok budaya dan intelektual di abad 21 mengalami pergeseran dari segi pergaulan, remaja minang lebih mendominasi pada pergaulan bebas salah satunya tidak kita temukan lagi rasa malu di kalangan remaja. Di samping itu, kurangnya budaya malu dalam masyarakat baik itu di pedesaan dan perkotaan. Seperti yang kita alami sekarang ini, kita belajar untuk memahami kemajemukan, perbedaan budaya, dan pergaulan sosial. Pandangan sosiologis karakter masyarakat Minang mengalami kehilangan pegangan. Memang, pergaulan masyarakat sifatnya dinamis dan membuahkan hasil kebudayaan yang dapat memperkaya wawasan intelektual. Budaya sifatnya memutlakan suatu keyakinan tanpa mengempur perbedaan keyakinan. Padahal, saat kita mempelajari pengalaman masa lampau, sejarah sosial telah membawa masyarakat minangkabau kepada suatu babak baru. 



Pergaulan 



Difusi budaya juga mencengkeram musnahnya etika pergaulan di Ranah Minang. Dekandensi moral telah tampak seiring dengan maraknya pergeseran norma pergaulan misalnya pergaulan bebas telah merambah pada kalangan remaja, kasus mahasiswi hamil diluar nikah hingga berhenti kuliah, narkoba, dan perkelahian. Kasus ini dapat dengan mudah kita telusuri di sekolah maupun di kampus. 



Orang Minang dahulu mendidik anak-anak terutama anak gadisnya agar berpakaian sopan sedangkan dalam konteks pergaulan hubungan pertemanan antara pria dan wanita sangat dijarakkan. Berbeda pada masa sekarang, wanita dan laki-laki kita temui berdua-duaan tanpa ikatan di mal-mal, supermarket, pasar, tempat pariwisata. Padahal, orang Minang menyarankan anak gadisnya untuk menjaga diri dan tahu dengan batas kesopanan. Namun, kelihatannya amat sangat berbeda dengan masa lampau, anak-anak muda sekarang tidak tahu dengan malu ataukah malu itu sudah mulai hilang?. Kita sering melihat anak-anak muda di kota Padang maupun berbagai wilayah di Sumatera barat bermesraan, dan berboncengan seperti layaknya suami istri. 



Sering kita temui anak-anak gadis Minang masih berada diluar rumah hingga laru malam. Padahal, masa dahulu kalau anak gadis masih berada diluar rumah disaat Magrib dianggap sebagai gadis yang tidak baik tingkah lakunya. 



Pakaian 



Dahulu anak gadis Minang banyak yang memakai baju kurung sedangkan sekarang kita temui anak-anak gadis Minang yang memakai baju kurang.Pada tahun 1980-an hingga 1990 sebelum memasuki abad milenium biasanya orang dewasa dan remaja berpakaian longgar. Baru pada era milenium dan era globalisasi ditemukan anak gadis memakai pakaian adiknya. Kalau dahulu orang memandang bahwa anak gadis berpakaian ketat dianggap “aneh” sedangkan sekarang melihat anak gadis berpakaian ketat tidak dianggap “aneh” lagi karena sudah membudaya di kalangan generasi muda. Seiring dengan berkembangnya dunia mode dan fashion seolah-olah anak gadis Minang sekarang, tidak mau ketinggalan baik itu model pakaian, sepatu, aksesoris, segi pergaulan, dan lain sebagainya. 



Pada akhir 1999-2000-an adalah puncak dunia mode di Indonesia yang diadopsi dari konsep-konsep budaya Perancis dan Amerika sehingga para desainer Indonesia berlomba-lomba mendesain model baju. Berkaitan dengan cepatnya arus distribusi barang sehingga perkembangan model pun merambah di Ranah Minang. 



Linguis atau Bahasa 



Dalam kajian linguistik atau kebahasaan seolah-olah masyarakat Minangkabau melupakan sendiri bahasa. Fenemena yang mengambarkan kegetiran orang Minangakabau dengan bahasa ibunya sendiri. Khususnya didaerah kota Padang misalnya kita temui anak-anak berusia 2-3 tahun diajarkan untuk mengenal bahasa Indonesia tetapi apabila anak tersebu mendengar bunyi bahasa lain seperti bahasa Minang sebagai akar bahasa, malahan dilarang. 



Bahasa Minang adalah bahasa ibu yang turun temurun di gunakan sebagai alat komunikasai begitu pula bahasa Indonesia dipakai sebagai jembatan komunikasi antar rumpun provinsi. Ironis, bila kita temukan anak-anak berusia 2-3 tahun diajarkan oleh orang tuanya bahasa Indonesia, padahal mereka berasal dari daerah Minang namun memakai bahasa Jakarta. Seakan-akan kita dibawa ke Jakarta, padahal Jakarta berada diluar pulau Sumatera. 



Dari kasus tersebut, dapat kita liha bahwasanya niat orang tua yang ingin anaknya dianggap pintar. Tetapi, dengan mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anak dan remaja yang sering menggunakan prokem atau jargon Jakarta seakan-akan Minangkabau kehilangan kekhasannya. Dalam suatu wilayah di daerah Minangkabau, penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi pun renggang dengan cuap-cuap bahasa Jakarta. Lantas, orang Minang kini benar-benar telah menganut paham Jakartaisme. Sehingga, bahasa ibu pun sengaja dilupakan atau karena ikutan tren. 



Di radio-radio lokal, bahasa Minang kelihatannya jarang sekali dipakai sebagai alat menyampaikan pesan. Malahan, radio-radio tersebut berbangga diri bahasa Indonesia yang notabene bukan dari daerahnya (Minangkabau). Menurut sosiologi, masyarakat daerah sedang mengalami anomie budaya atau kehilangan pegangan sehingga apa pun yang tampak selalu diadopsi. Hilangnya minat remaja Minang menggali kebudayaan secara mendalam bahkan ironis sekali kalau kita berada di Ranah Minang menggunakan dan memakai bahasa yang bukan bahasa ibu (mother tongue) kita sendiri. 



Acara-Acara yang Dikemas 



Begitu pula dalam siaran-siaran radio di kota Padang dan daerah, kelihatannya sedikit sekali kita temui radio-radio khas Minangkabau. Malahan, radio-radio yang selalu berseloroh dengan bahasa Indonesia atau Jakarta. Dalam siaran radio kelihatannya hanya menonjolkan pergaulan remaja masa kini, dan kurang unsur-unsur pendidikan. Isi dari radio-radio tersebut memaparkan tentang kisah cinta, lagu-lagu cinta dan kisah-kisah roman picisan. Alangkah baiknya jika dalam siaran radio itu menginformasikan mengenai kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan menyiarkan musik-musik yang berkualitas dengan lirik-lirik yang berkualitas pula. 




Epilog 



Minangkabau kini memang sulit ditemui, kita hanya menemukan budaya-budaya kota dan Jakartaisme yang menyebar hingga pelosok pedesaan. Disana-sini kita temui semacam distorsi kebudayaan. Memang pada abad 21 yang dikenal sebagai abad modern menyebabkan masyarakat begitu mudah untuk dihasut, dimusuhi, disebabkan karena pegangan itu tidak erat lagi. 



Seolah-olah nilai-nilai adat dan norma-norma agama hanya dipandang sebagai wacana semata. Oleh sebab itu, pendidikan terutama pendidikan dalam keluarga adalah hal yang terpenting dalam menanamkan budi pekerti pada anak-anak. Norma-norma dalam masyarakat Minangkabau pun perlahan-lahan tidak kita temui lagi, justru budaya yang merambah adalah budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kebiasaan orang Minangkabau itu sendiri. Baiknya orang tua, ninik mamak, bundo kanduang menanamkan tradisi-tradisi lisan kepada anak-anaknya. Selain itu mengajarkan cara berpakaian, bergaul, dan bermasyarakat. 


Written by Elsya Crownia/padang-today.com
Sunday, 12 April 2009

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright © 24hourslife Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger